Halaman

Pilih Bahasa

Rabu, 10 Juli 2013

Bertumbuh Selagi Ada Waktu,, Kapan lagi???

Bertumbuh Selagi Ada Waktu

Bertumbuhlah Selagi masih Ada Waktu

Apa yang akan Anda lakukan dalam hidup, ketika Anda merasa
sudah cukup? Anda diam saja? Atau Anda tetap menimba
kebijaksanaan dari kehidupan sehari-hari?

Seorang pemuda mengatakan bahwa ia sering mengecewakan
ibunya. Ia tidak menuruti nasihat-nasihatnya yang baik. Ia sering
membohongi ibunya yang sudah lama menjanda itu. Padahal
ibunya begitu baik kepadanya. Ibunya sangat mencintai dirinya.
Ibunya selalu memenuhi kebutuhan hidupnya.

Di usianya yang sudah tua, ibunya menderita komplikasi beberapa
penyakit seperti darah tinggi, diabetes, kolesterol tinggi dan sakit
lever. Kini ibu itu tidak bisa aktif seperti dulu. Tubuhnya yang dulu
tegar sekarang tampak loyo, tak berdaya. Pemuda itu jatuh kasihan
terhadap kondisi ibunya.
Karena itu, pemuda itu berusaha untuk merawat ibunya dengan
baik. Ia merasa berhutang budi terhadap ibunya. Ia ingin membalas
kebaikan ibunya. Saat inilah saat yang tepat untuk memberikan
perhatian kepadanya. Ia tidak perlu membohongi ibunya lagi. Ia
mesti mengurus ibunya dengan sebaik-baiknya.

Suatu hari, sang ibu yang dicintainya itu menghembuskan nafas
terakhirnya. Ia meninggal dalam dekapan satu-satunya anak yang
masih tinggal dengannya, yaitu pemuda itu. Ia menutup matanya
dalam damai. Tidak ada pemberontakan. Ia merasakan kasih yang
begitu dalam dari sang anak. Pemuda itu pun merasa terharu atas
peristiwa itu. Ia telah mengantar kepergian ibunya untuk selama-
lamanya dalam damai.

Sahabat, kasih seorang ibu tak terbatas. Setidak-tidaknya ini kasih
seorang ibu yang normal. Ia tidak peduli terhadap tingkah laku anak-
anaknya yang kurang baik terhadap dirinya. Ia bahkan mengampuni
dosa-dosa anaknya. Atau bahkan ia tidak menganggap kenakalan
mereka sebagai dosa dan kesalahan. Ia mudah melupakan dosa dan
kesalahan mereka. Ia tidak menaruh dendam terhadap mereka.

Kisah di atas mengungkapkan betapa indahnya kasih ibu yang tak
pernah lekang oleh waktu. Dalam kondisi fisik yang tidak baik lagi, ia
masih mengasihi anaknya. Ia memberikan yang terbaik baginya
hingga saat-saat terakhir hidupnya. Damai ia tinggalkan bagi sang
anak yang setia menungguinya.

Kita hidup dalam kebersamaan dengan orang lain. Kita hidup
bersama orang-orang yang terdekat yang kita kasihi. Apa yang kita
rasakan dirasakan juga oleh mereka. Damai yang kita tampilkan
dalam hidup kita juga dirasakan oleh sesama kita. Kita belajar hidup
dari sesama kita.

Namun sering kita kurang mau belajar dari sesama kita. Kita merasa
bahwa kita sudah mencapai kesempurnaan hidup ini. Kita merasa
bahwa kita sudah mampu hidup dengan keadaan kita sekarang.
Tentu saja sikap seperti ini merupakan suatu kesombongan. Ini
suatu keangkuhan dari seorang manusia yang tak sempurna.
Kita mesti sadar bahwa kita adalah makhluk yang terbatas. Kita
adalah makhluk yang tidak sempurna.

Karena itu, kita mesti terus-
menerus belajar dari kehidupan. Kebijaksanaan kita temukan dalam
kehidupan sehari-hari. Kebijaksanaan tidak jatuh dari langit. Damai
yang kita temukan itu tidak kita dapatkan dari dunia khayalan. Damai
itu kita temukan dalam kebersamaan hidup sehari-hari.

Seorang bijak berkata, “Hai anakku, peliharalah perintah ayahmu,
dan janganlah menyia-nyiakan ajaran ibumu. Tambatkanlah
senantiasa semuanya itu pada hatimu, kalungkanlah pada lehermu.
Jikalau engkau berjalan, engkau akan dipimpinnya. Jikalau engkau
berbaring, engkau akan dijaganya. Jikalau engkau bangun, engkau
akan disapanya. Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan
teguran yang mendidik itu jalan kehidupan” (Amsal 6:20-23).

Mari
kita bangun hidup yang baik dan benar dalam hidup sehari-hari
bersama sesama. Tuhan memberkati. **

Tidak ada komentar: